10 May 2025 09:00 WIB

Breaking the Railway Crossing: Between Life, Fines and Jail

In addition to being required to concentrate, when driving we must also be patient. Including when going through a level crossing.

A level crossing is an intersection between a railroad track and a road. Generally at level crossings there are railroad crossings.

The railroad crossing serves to prevent vehicles or people from passing when a train is about to pass. Even so, there are still some places that do not have a doorstop at the level crossing.

But unfortunately, there are still many vehicles that are desperate to break through. Even though the train doorstop has closed and the siren has sounded. Even though it is clear, it endangers people passing by and train travel activities.

Look and Listen Carefully

A train driver cannot stop the train suddenly. In other words, when there is a driver or other obstacle on the tracks that risks causing an accident, the driver must pull the brake lever a certain distance to stop.

To stop completely, the train needs a very long distance, approximately 1.6 km from the first braking. This is the main reason why the railroad crossing must be closed as early as possible, which is to anticipate the risk of accidents.

There are several things that drivers must do when passing through a railroad crossing. That is, the driver must listen and look carefully.

In addition, level railroad crossings make many drivers ignore the potential dangers. The assumption is that the sound of a passing train will be heard, if not, then the train may be in a distant position, so what happens is that road users including motorists just cross it.

Keep in mind, there is such a thing as refraction. During the day, sound waves will move upwards away from the earth, because the atmospheric temperature is hotter. The nature of sound waves moves faster in hot temperatures. This is why the sound of the train is faint in the distance.

It's different at night. The distant position of the train can be heard, because the sound waves move towards the earth's surface, so at night the sound of the train is louder.

Legal Basis and Sanctions

In Indonesia, the act of breaking through train crossings is a criminal act and can lead to prosecution for the perpetrator. The rules are written in Law No. 23/2007 on Railways and Law No. 22/2009 on Road Traffic and Transportation (LLAJ Law). Both regulations explicitly state that drivers must give precedence to passing trains.

In Law No. 23/2007 on Railways, Article 124 states, 'At intersections between railways and roads, road users must give precedence to train travel'.

This is emphasized in the LLAJ Law Article 114 which states that, 'At level crossings between railroad tracks and roads, vehicle drivers are required to stop when the signal has sounded, the railroad doorstop has begun to close, and/or there are other signals; give precedence to trains; and give primary rights to vehicles that cross the tracks first'.

As for the sanction, it is regulated in Article 296 of the LLAJ Law which reads 'Every person who drives a Motor Vehicle at a crossing between a train and a Road that does not stop when the signal has sounded, the railroad doorstop has begun to close, and/or there are other signals as referred to in Article 114 letter a shall be punished with a maximum imprisonment of three months or a maximum fine of Rp 750,000'.

In addition to imprisonment and/or fines, drivers who are desperate to break through the railroad crossing can also be sued for compensation. For example, if an accident occurs, causing damage and causing disruption to train travel, the driver who caused the accident can be prosecuted.

 

Indonesia

 

Selain dituntut untuk konsentrasi, saat mengemudi kita juga harus sabar. Termasuk saat akan melewati perlintasan sebidang. 

Perlintasan sebidang adalah perpotongan sebidang, antara jalur kereta api dengan jalan. Umumnya di perlintasan sebidang terdapat palang pintu kereta api.

Palang pintu kereta api berfungsi untuk mencegah kendaraan atau orang lewat saat kereta api akan melintas. Meski begitu, masih ada beberapa tempat yang tidak memiliki palang pintu di perlintasan sebidangnya.

Namun sayangnya, masih banyak kendaraan yang nekat menerobos. Sekalipun palang pintu kereta api sudah menutup dan sirene sudah berbunyi. Padahal sudah jelas, hal itu membahayakan orang yang melintas maupun aktivitas perjalanan kereta api.

Lihat dan Dengar Secara Seksama

Seorang masinis tidak bisa memberhentikan laju kereta secara mendadak. Dengan kata lain, ketika ada pengemudi atau penghambat lain di rel kereta yang berisiko mendatangkan kecelakaan, masinis harus menarik tuas rem dengan jarak tertentu untuk bisa berhenti.

Untuk bisa berhenti dengan sempurna, kereta membutuhkan jarak yang sangat panjang, kira-kira 1,6 km sejak dilakukan pengereman pertama. Hal inilah yang jadi alasan utama mengapa palang pintu kereta harus ditutup sedini mungkin, yakni guna mengantisipasi risiko kecelakaan.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan pengemudi saat melewati perlintasan kereta api. Yaitu pengemudi wajib mendengar dan melihat dengan seksama.

Selain itu, perlintasan kereta sebidang membuat tidak sedikit pengemudi mengabaikan potensi bahayanya. Asumsinya adalah suara kereta yang melintas akan terdengar, bila tidak, maka kereta kemungkinan dalam posisi yang jauh, sehingga yang terjadi adalah para pengguna jalan termasuk pemotor asal melintasinya.

Perlu diketahui, ada yang namanya refraksi atau pembiasan suara. Pada siang hari, gelombang suara akan bergerak ke atas menjauhi bumi, karena suhu atmosfer lebih panas. Sifat gelombang suara bergerak lebih cepat di suhu panas. Ini yang menyebabkan suara kereta samar-samar di kejauhan.

Beda halnya ketika malam hari. Posisi kereta yang jauh pun bisa terdengar, karena gelombang suara bergerak menuju permukaan bumi, sehingga pada malam hari suara kereta lebih terdengar keras.

Dasar Hukum dan Sanksi

Di Indonesia, aksi menerobos palang pintu kereta merupakan tindakan kriminal dan dapat menimbulkan tuntutan hukum bagi pelaku. Aturannya sudah tertulis dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian serta Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Kedua peraturan itu dengan tegas menyebutkan bahwa pengendara harus mendahulukan kereta yang lewat.

Pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 124 disebutkan, 'Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api'.

Hal itu dipertegas dalam UU LLAJ pasal 114 yang menyebutkan bahwa, 'Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain; mendahulukan kereta api; dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel'.

Adapun untuk sanksinya diatur dalam pasal 296 UU LLAJ yang berbunyi 'Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp 750.000'.

Selain pidana penjara dan/atau denda, pengendara yang nekat menerobos palang kereta api juga bisa dituntut ganti rugi. Misalnya, akibat menerobos palang kereta api terjadi kecelakaan, menimbulkan kerusakan hingga menyebabkan gangguan perjalanan kereta, pengemudi yang menyebabkan kecelakaan itu bisa dituntut.

Share